JAKARTA – Kerusakan hutan yang di akibatkan dari berahlifungsinya hutan menjadi bibit pertambangan menimbulkan suatu isu-isu baru dalam lingkungan masyarakat. Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Abdul Fatah memenuhi panggilan dari Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia dalam membahas persiapan Food Estate KHKP yang diselenggarakan langsung dengan berkordinasi juga dengan perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diselenggarakan pada Kamis, (4/11/2021) Pukul 01.00 WIB.
Dalam acara ini pihak dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia berpendapat mengenai isu-isu dalam mempersiapkan Food Estate ini. Mulai dari dampak yang ditimbulkan akibat dari Food Estate ini sampai dengan mempersiapkan wilayah-wilayah Kepulauan Bangka Belitung mana saja yang akan menjadi sasaran dalam program Food Estate ini. Pihak dari Kepulauan Bangka Belitung sendiri sudah mengadakan survei terhadap wilayah-wilayah yang nantinya akan dijadikan tempat Food Estate. Tidak main-main, setelah dilakukan pendataan terhadap warga yang terdampak dalam berahlifungsinya hutan ini sebanyak 15.146 warga.
Pemerintah Kepulauan Bangka Belitung sudah melakukan survei dari 2 bulan lalu. dari hasil survei tersebut yang dilakukan dengan metode kusioner memberikan pendapat-pendapat masyarakat tentang akan dibuatnya Food Estate ini seperti kerusakan ekosistem pesisir & laut, perubahan kualitas air di permukaan, keberlanjutan kehidupan masyarakat, keberlanjutan sumber daya hutan, alih fungsi hutan, lahan kritis, bahkan sampai banjir yang nantinya bisa berdampak pada aspek ekonimi dan lain-lainnya. Pendapat-pendapat inilah yang nantinya dijadikan referensi sebagai bahan masukan kedepanya agar nantinya tidak ada pihak yang dirugikan.
Lokasi-lokasi yang akan menjadi Food Estate ini dibagi menjadi 13 KPH di kepulauan Bangka Belitung. Diharapkan nantinya agar tidak terjadi kesalahpahaman antara masyarakat dan pemerintahan, harus mengubah persepsi masyarakat terlebih dahulu bahwa berahlifungsinya hutan ini bukan semata-semata karena ingin merusak alam atau berpikir negativ lainnya, tetapi akan dibuat dengan tujuan menjadi produktif yang nantinya akan menjadi sumber pendapatan wilayah masing-masing yang wilayahnya dibuat Food Estate dan nantinya maka pemerintah setempat harus menerima juga saran-saran dari masyarakat, dan salah satu saran masyarakat dengan adanya Food Estate ini, masyarakat mengharapkan dibuatnya tambak udang varame
Menuju “Indonesia Maju” melalui “Penyediaan Cadangan Pangan” atau Food Estate yang dicanangkan oleh Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan), menjadikan pembangunan Food Estate sebagai salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Apa itu Food Estate?
Food Estate merupakan konsep pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi dan terdiri atas pertanian, perkebunan, serta peternakan di lahan yang luas.
Dalam bahasa lokal, Food Estate adalah lumbung pangan dengan skala besar yang peruntukannya menjaga ketahanan pangan nasional. Program pengembangan Food Estate dijadikan sebagai suatu moda produksi yang terintegrasi dari hulu ke hilir, dan diimplementasikan dengan tujuan mewujudkan kebutuhan pangan di Indonesia.
Ketahanan pangan didefinisikan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan sebagai "Kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan".
Dengan demikian, filosofi ketahanan pangan bagi suatu negara dapat dimaknai sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan tanpa mempersoalkan asal-usul sumber pasokan pangan tersebut.
Adanya kebijakan pengembangan Food Estate kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dengan diterbitkannya Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, serta Penggunaan Kawasan Hutan.
Selain itu dilanjutkan dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
Pada peraturan tersebut, KLHK mengamanatkan bahwa pengembangan area untuk ketahanan pangan perlu mempertimbangkan aspek berkelanjutan, dan menjaga kelestarian lingkungan yang direfleksikan oleh berbagai ketentuan yang harus dipenuhi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sehingga, pembuatan dan pelaksanaan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) sangat dibutuhkan penyediaan kawasan hutan. Kajian Pembangunan Food Estate ini bertujuan untuk menjamin pembangunan Food Estate telah berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development).